B

Terbaru

7/recent/ticker-posts

Motif Kain Pewayangan yang Sarat Nilai Kemanusiaan dan Kebangsaan




oleh : Ira Indrawardana
(Dosen Antropologi UNPAD)

" Tabe Pun Sampurasun "

Menurut para ahli pewayangan. Motif sinjang yang khas dan memiliki makna filosofi mendalam dan sakral ada atau dipakai oleh beberapa tokoh tertentu yang ada kemiripan. Bahkan karakter para tokoh pewayangan tersebut umumnya karakter yang begitu teguh, kuat dan punya ketegasan dalam pengabdian pada menegakkan kebenaran bahwa yang benar itu benar dan yang salah itu salah ibarat hitam ya hitam, putih ya putih. Beberapa tokoh pewayangan dimaksud adalah : Hanoman & Bima (sesama titisan Batara Bayu) yang dikisahkan dalam epos cerita Ramayana dan Mahabarata, Dewa Ruci dan Semar Badranaya (tokoh Semar hanya ada dalam epos pewayangan Nusantara).

Motif kain sinjang yang dikenakan para tokoh pewayangan dimaksud banyak istilah meski sama jenis motifnya, diantaranya ada yang menyebut Bang Bintulu Aji, Babintul Aji, Boleng Bang Bintulu, Poleng Bang Bintul Aji dan sebagainya. Motif ini bercorak kotak-kotak sedemikian rupa diwarnai empat warna pokok yang sarat dengan simbol unsur utama alam yaitu warna hitam, putih, merah dan kuning (unsur tanah, air, api dan angin).

Secara hakekat bahwa menurut para bujangga jika manusia sudah bisa "menguasai" atau "mengimami" atau "meruhkeun" atau "memimpin" sifat dan karakter keempat unsur alam yang dahsyat tersebut dalam dirinya,maka paripurnalah hidupnya manjing sejatinya kemanusiaan.
Mereka yang berwatak menggandrungi pada pengabdian kehidupan untuk menegakan kebenaran sejati berdasarkan hukum ketetapan Tuhan yang sudah paripurma tidak tergoda oleh hal-hal keduniawian, maka dialah manusia unggul (maung) yang kukuh kana jangji (kujang) untuk selamanya eling ka purwadaksina atau sadar dan rumongso pada kesejatian jati diri selaku makhluk Tuhan yang berperikemanusiaan.

Dalam hidupnya, mereka akan ingat pada pepatah dan petitih amanat dan Dawuh orang tua atau sepuh, guru dan leluhurnya, diantaranya kesadaran pada amanat sebagai berikut:

“Sing nandur bakal ngunduh, Sing gawe bakal nganggo, sing hutang kudu bayar” yang artinya “Yang menanam akan menerima hasilnya, yang membuat akan memakainya , yang hutang harus membayarnya”. Maksud dari makna tersebut ialah siapa orang yang menanam akan memetik buahnya, yang artinya siapa yang menanam amal baik di dunia maka akan memetik hasilnya baik pula nantinya. Menyingkirkan semua keduniaan yang bersifat fana atau sementara dan tidak untuk selamanya.

Hitam dan Putih ibarat simbol Tanah dan Air. Bahwasannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, bangsa ini membutuhkan jiwa-jiwa rakyat yang Cinta Tanah Air dan budaya bangsanya agar selalu unggul dan memiliki harga diri dalam berdinamika menghadapi perkembangan zaman dengan tetap mengukuhi pada nilai-nilai agung nan luhur dari peradaban leluhurnya yang masih relefan hingga kini dan masa datang, sebagai pondasi dasar persatuan dan kesatuan bangsa.

Demikianlah kiranya pula di masa era modern sekarang ini, generasi bangsa sebaiknya jangan melupakan khasanah budaya warisan leluhur bangsa, khususnya ragam simbol dan maknanya dalam dunia pewayangan. Selain belajar menyimak nilai-nilao luhur dari setiap cerita dalam tema-tema ceritanya, juga banyak nilai-nilai makna dari ornamen yang dipakai dan dilekatkan pada tokoh-tokoh pewayangan tersebut. Kain yang dipakai oleh para tokoh wayang dalam konteks ulasan kali ini, bukan semata-mata sebagai busana tanpa makna. Namun selain busana sebagai jatidiri juga sebagai kitab pusaka yang bisa dibaca dan dihayati oleh para pemirsa yang gandrung akan seni budaya luhur bangsa ini. Begitu juga kita sebagai bangsa yang memiliki beragam busana daerah etnik, sesungguhnya di dalam busana etnik bangsa kita yang Bhinneka tunggal Ika terkandung nilai-nilai filosofi yang luhur adanya.

(25 Juli 2022)

Posting Komentar

0 Komentar